Satu Bulan di Tsukuba
Tepat hari ini saya diingatkan suami saya melalui Whatsapp
"Hari ini tepat 1 bulan ibu di Jepun. Semoga Ibu nyaman dan sukses kuliahnya di sana. Doa kami semoga kuliah Ibu lancar sesuai target yang direncanakan. (Ayah dan Murtadha)"
Pesan ini masuk saat saya sedang kuliah Public Policy dan Management tadi siang. Sembari Professor saya menjelaskan materi, mata saya berkaca-kaca melirik ponsel saya di meja. Tak terasa satu bulan saya keluar dari peraduan kota Depok dan kini menjadi residen sementara di Tsukuba City. Rasa rindu pada seisi rumah saya nyaris tiap hari membuncah dan dapat saya pastikan saya selalu menitikkan air mata mengingat mereka yang saya tinggalkan di rumah. Suami, anak dan mama saya. Walau nyaris tiap hari saya dan suami berkomunikasi, tetap saja air mata tak terbendung menahan rasa rindu.
Satu bulan berproses menjadi mahasiswi, di sini sudah cukup menempa saya untuk banyak membaca, berdiskusi, mendengarkan opini orang lain, memahami budaya orang lain dari berbagai negara. Dalam satu bulan ini juga saya harus menyiapkan proposal tesis saya untuk dipresentasikan tanggal 2 November nanti. Perkuliahan sangat dinamis dan padat. Bacaan jurnal banyak dan saya pun sering keteteran membaca. Presentasi hasil bacaan sudah saya lalui dan saya pun belajar bagaimana mengambil intisari bacaan secara tepat dan pas. Itu tidak mudah. Hasil presentasi saya tempo hari rasanya terlalu detil dan cukup memakan waktu. Jika saya refleksi, mungkin agak membosankan sehingga di waktu lain saya harus lebih jeli dalam mengambil poin-poin penting bacaan. Demikian sekilas kehidupan akademik yang saya lalui.
Untuk pertemanan, saat ini saya hanya dekat dengan mahasiswi senior sesama Asia. Kami dekat karena senang ngobrol banyak hal di luar konteks perkuliahan. Kami punya kesamaan: senang shopping dan jalan-jalan. Untuk teman seangkatan, sosialisasi hanya sebatas dalam perkuliahan saja, tapi ada juga teman dari Afrika yang suka jalan-jalan dan shopping kayak saya. Ya, kami beberapa kali jalan bersama membeli kebutuhan pokok di grocery store di Tsukuba Center. Oh iya, termasuk mbak-mbak asal Indonesia yang sedang PhD juga beberapa kali menemani saya belanja. Mereka juga asyik dan banyak memberikan rekomendasi seputar makanan:) termasuk istri senior saya di PEPP paling rajin update info ke saya via messenger tentang makanan yang halal. Saya sangat mengapesiasi mereka karena dengan begitu saya bisa lebih cermat dan teliti memilih makanan. Saya sempat beberapa kali membeli makanan yang mengandung 'pork' yaitu roti dan mie instan. Untuk roti, saya awalnya dapat info dari teman Indo bahwa brand roti tersebut aman dikonsumsi. Akhirnya saya putuskan membeli, kesalahan saya adalah saya benar-benar lupa membaca dengan teliti ingredients roti itu via aplikasi google trasnlate di hp saya. Tiba di dorm, saya baru teringat untuk scan seluruh huruf-huruf kanji di kemasan roti itu. Hasil scan menunjukkan satu kata yang 'illegal' untuk saya konsumsi. Lalu, teringat salah satu kawan yang nasrani, saya langsung kontak dia dan saya berniat memberikan roti tersebut untuk dia konsumsi. Pikiran saya saat itu, alangkah mubazir jika rotinya dibuang, toh dia pasti juga takkan menolak dan sangat paham tentang keyakinan saya. Alhamdulillah, dengan senang hati, ia datang ke dorm saya dan mengambil roti tersebut. Kedua, tentang mie instan. Mie instan tersebut diperkenalkan oleh tutor saya, Ken ketika ia berkunjung ke salah sat grocery. Ia menemukan mie instan made in Japan dengan kata 'mie goreng' pada kemasan tersebut. Dia dengan bahagia mengirimkan foto kemasan mie itu sebagai makanan yang recommended untuk saya coba katanya. Beberapa hari berikutnya kami berkunjung ke toko itu lalu saya beli sekitar 4 kemasan dengan senang hati. Tiba di dorm, si tutor tadi baru membaca dengan seksama isi kemasan itu dan di dalamnya ada kandungan pork. Untung saja belum saya konsumsi. Lagi-lagi saya beramal baik. Saya putuskan untuk memberikan semua kemasan yang sudah saya beli ke Ken. Ia berkali-kali minta maaf karena ia merasa itu kesalahan dia tidak teliti saat kami membeli mie tersebut. Ya, cukup menjadi pelajaran untuk lebih berhati-hati.
Pada intinya beberapa orang Jepang di sini cukup menyadari kebutuhan Halal Food bagi kami pendatang muslim, Ada beberapa groceries yang sangat detail memberikan petunjuk tentang halal food di tokonya. Termasuk di kampus pun ada salah satu cafe yang menyajikan menu halal. Tampaknya cukup favorit di kalangan mahasiswa selain muslim. Setiap kali saya ke cafe itu antrian selalu panjang. Walaupun harganya cukup mahal tapi rasanya cukup sepadan menurut saya.
Secara umum, kehidupan di sini sangat menyenangkan dan jika ditanya betah, ya sangat betah. Lingkungan yang aman dan nyaman membuat hati kita juga tentram kan? Belajar tentang Principle of Development, ya salah satu ciri negara maju ya, lingkugan aman dan tentram.
Comments
Post a Comment