Boikot ala Bocah Kelas 2 SD

Ada cerita di saat saya masih aktif mengajar dan kejadian di pagi itu benar-benar menggelikan. Selepas siswa-siswa olahraga, sambil berkemas-kemas ganti baju seragam, mereka guyon tentang Israel. Ada yang nyeletuk, Israel kan jahat. Jangan makan di MacD, karena MacD kan pendukung Israel. Yang lain ikut berpendapat, Gak apa-apa lagi...kan kalo darurat, gimana. Yang satu lagi ikutan, cari rumah makan yang lain aja, misalnya ke Papa Ron'z Pizza. Si C, ikutan, terus kalo ultah, aku mau di Mac D gimana? kan gak mungkin makan di warteg:-).....Saya diam-diam menyimak obrolan mereka....sambil menahan tawa....bocah-bocah....kalian memang lucu:). 

Terus, si Al memberi alternatif, kan bisa cari tempat lain, misalnya ke rumah makan Padang, atau ke Es Teler 77 kan juga enak:-)....makin geli saya menahan tawa. Masing-masing beradu pendapat dengan heroik. Bisa dipahami bahwa itulah ekspresi kepolosan mereka tentang Israel. Saya jadi berpikir, alangkah kaburnya persepsi kita tentang solusi alternatif 'aksi boikot' ini. Saya sendiri hanya menanggapi ringan, ya...kalo lagi lapar, dan ketemunya di MacD ya makan saja. Tapi si F ini cukup kritis...dia berpendapat, kalo mau, nyolong aja, gak usah bayar, daripada uang kita dipake oleh Israel, gimana? Ha ha ha....logis juga ya, tapi F juga akhirnya ingat. Oh iya...nyolong kan nggak boleh dalam Islam...Nah lho....

Sekali lagi aksi boikot memang absurd untuk ukuran bangsa ini. Saya sendiri bukanlah penggemar junk food ala Mac D dan kawan-kawannya tapi bagaimana dengan produk elektronik yang lain yang notabene hasil olah dari perusahaan raksasa ternama yang memproduksi segala kebutuhan primer, sekunder dan tertier kita....So, adakah sikap bijak yang lebih baik? Ataukah kita perlu memikirkan kapan kita berhenti menjadi konsumen total dan sekali-sekali berpikir menjadi produsen sekaligus konsumen di negeri kita sendiri...

Comments

Popular posts from this blog

Istirahat Makan Siang

Memasak Sebagai Kegemaran 'Baru' tapi Lama